Misteri Deja Vu


Tiba2 aja pas ngelamun waktu jam kosong sekolah, saya kepikiran soal deja vu

Kira2 apa ya, penyebab deja vu? 
Ternyata setelah googling, saya nemu beberapa pendapat dari para ahli. Ada yang versi alamiah dan ilmiah juga nih. Jadi pengen nge-share. Hehehe... :D Sebenernya cuma buat numpang nyimpen file sih... buat koleksi. Sekalian aja.



Penyebab Deja Vu Menurut Prof. Ahmad Syauqi Ibrahim


Seringkali saat saya melakukan suatu kegiatan, tiba-tiba saja muncul perasaan kalau apa yang dilakukan itu sepertinya sudah pernah saya alami. Entah darimana datangnya perasaan itu, namun saya memang merasa pernah mengalaminya, meskipun pada akhirnya saya tidak tahu kapan tepatnya peristiwa itu terjadi.
Apakah Anda juga pernah merasakan hal serupa? Ya, itulah yang dinamakan dengandeja vu. Peristiwa ini bisa berupa tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang baru dilakukan, atau sebuah acara tv yang sedang ditonton. Berbagai penelitian ilmiah telah dicoba untuk dilakukan, namun belum ada penjelasan yang memuaskan mengenai fenomena ini.
De javu menjadi salah satu hal yang juga dibahas oleh Prof. Ahmad Syauqi Ibrahim, dalam bukunya yang berjudul Misteri Potensi Gaib Manusia. Dalam buku yang didasarkan atas tinjauan syari’at dan pengetahuan ilmiah itu, dijelaskan bahwa fenomena deja vu ini erat kaitannya dengan aktifitas ruh.
Seperti diketahui, manusia terdiri dari akal, jiwa, dan ruh. Saat manusia tidur, ruh keluar dari tubuh manusia itu. Hal ini dijelaskan dalam hadist berikut :
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami. Dan hanya kepada-Nya kami kembali.”
Rasulullah saw. menyebut tidur sebagai kematian karena ketika dalam keadaan tidur tubuh tidak terkandung ruh. Baru setelah bangun, kemudian ruh itu kembali lagi. Inilah yang disebut ‘kematian kecil’. Adapun saat tertidur, dalam tubuh hanya terkandung jiwanya saja. Kematian seorang manusia terjadi ketika jiwa dan ruh orang tersebut sudah tidak terkandung lagi dalam tubuhnya.
Ketika tidur, ruh akan bergerak meninggalkan tubuh. Walau demikian, ruh masih tetap berhubungan dengannya. Ruh kemudian akan bergerak menuju alam ruh. Aktifitas inilah yang kemudian dikaitkan Ahmad Syauqi menjadi penyebab deja vu.
Albert Einstein, dalam teorinya menyebutkan bahwa tidak akan mungkin ada suatu materi di dunia ini yang mampu melebihi kecepatan dari cahaya. Kalaupun ada, Einstein menjelaskan, maka materi tersebut akan lepas dari ikatan ruang dan waktu. Materi tersebut menjadi bebas. Termasuk bebas dari ikatan hari. Dia bisa saja ada di hari kemarin, di beberapa menit yang lalu, atau bisa juga di masa depan (mungkin pemikiran inilah yang mendorong lahirnya ide untuk menciptakan mesin waktu).
Ahmad Syauqi meyakini ruh manusia memiliki kemampuan seperti itu. Ruh memiliki kemampuan layaknya cahaya, atau bahkan mungkin lebih cepat dari cahaya. Hal tersebut dimungkinkan karena ruh memiliki potensi energi cahaya. Potensi itu salah satunya dibuktikan sekarang ini sebagai aura tubuh. Aura adalah cahaya yang terlihat melingkari tubuh manusia. Cahaya ini berbeda dengan sinar yang memancar dari manusia akibat panas tubuh. Lingkaran cahaya ini dapat menebal atau menipis, tergantung keadaan psikis orang tersebut.
Karena hal tersebutlah, ruh kemudian memiliki kemampuan untuk bergerak ke masa lalu ataupun ke masa depan. Saat kembali ke tubuh, maka pengalaman itu secara tak sadar akan tersimpan dalam otak, dan kadang-kadang pengalaman tersebut terulang kembali dan mempengaruhi memori sadar kita.
Wallahualam :)


Mengungkap Misteri De Javu

Mari mengungkap rahasia di dalam misteri Dejavu. ( The Secret Of De Javu )
Sebagian dari teman2 pasti udah tau yang namanya dejavu kan..
Setelah mengungkap rahasia di balik Kacamata 3D
Sekarang Kita mengungkap rahasia Dejavu

Deja Vu dan asal-usulnya
Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton. Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.
Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?

Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif
Pada awalnya, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.
Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.
Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.

Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium
Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.
Diposkan oleh http://www.huteri.com

Komentar