Waktu SMA aku suka belajar banyak skill. Skill ya, bukan pelajaran wkwkwk. Mulai speech, piano, renang, nggambar, fotografi, nulis cerpen, bikin animasi dasar, ngedesain rumah, dll. Sampai pernah ngerasa bingung aku harus pilih skill mana untuk dikembangkan dan dijadikan keahlian profesional. Sempat berpikir kalau aku masih kekurangan waktu buat ngembangin skill-skill-ku pas SMA, karena dulu banyak PR dan ulangan setiap hari. Aku sampai gak sabar buat masuk kuliah (sastra) karena udah dapat spoiler alert kalau kuliah sastra itu kuliah kayak gak kuliah wkwkwkwk (bullshit). Sepertinya akan punya banyak waktu buat mengasah skill-ku lebih tajam. Terutama, dari banyak skill tadi, aku paling suka nggambar dan nulis cerpen, which is nulis cerpen sangat erat berkaitan dengan jurusan sastra, terasa sangat optimis pada zamannya bahwa skill-ku akan lebih berkembang di kuliah, lol.
Yang terjadi adalah, ternyata semua angan itu fana. Saat kuliah fokusku mulai beralih ke hal lain, entah apa. Aku tidak terlalu produktif. Belum lagi kegiatan saat maba waktu itu lumayan padat karena harus tinggal di ma'had. Tapi aku masih menyimpan minat menulis cerpen, bahkan sampai saat ini. Dan masih tidak produktif, sampai saat ini juga wkwkwk. Sampai terheran-heran sendiri, ke mana perginya skill-skill-ku yang dulu wkwkwk. Semuanya nggak pernah benar-benar dipelajari lebih lanjut, malah hanya jadi hobi yang kadang-kadang dikerjakan kalau pengen (contohnya nulis blog kayak ini).
Pertanyaan itu terus tersimpan tak terjawab sampai suatu hari aku mulai membaca dan menerapkan digital minimalism yang bukunya ditulis oleh Cal Newport. Tapi tidak secepat itu, Malin. Ada hal di balik kenapa aku mulai mencoba menerapkan digital minimalism. Begini ceritanya, jadi suatu pagi, entah kenapa bangun tidur aku pengen buka LinkedIn dan scroll feed-nya (sepertinya lagi-lagi aku kebangun karena missqueen). Pas lagi scroll, nggak sengaja aku nemu video Simon Sinek yang membahas tentang pentingnya konsisten melakukan suatu hal untuk dampak jangka panjang, yang kemudian dikaitkan dengan relationship dan leadership. Karena isinya menginspirasi, aku share di story whassap. Dari situ ada kating yang mereply dan intinya dia kagum dengan Simon Sinek. Dia kemudian lanjut bercerita kalau Pak Simon ini pernah membahas tentang social media addiction yang katanya membuat anak teknik jatuh cinta. Buatku bahasan social media addiction bukan hal baru. Aku sering nonton video dan baca artikel tentang itu, dan aku nggak ada reaksi apa-apa wkwkwk. Tapi entah gimana, seperti ada efek magic, kali itu aku pengen melakukan sesuatu yang lebih terhadap social media addcition-ku. Ditambah, seorang public figure bernama John Fish yang aku ikuti video-videonya di YouTube tiba-tiba membahas tentang why we should limit our technological use now. Di sana, dia sedikit membahas tentang buku yang baru dia baca berjudul Digital Minimalism. Nah, dari situlah aku mulai membaca buku ini. Meski belum selesai dibaca, tapi buku ini menarik, karena nggak hanya mengajak kita mengurangi penggunaan digital, tapi juga memberikan guide untuk mulai menjadi digital minimalist.
Alhasil, sekarang aku sedang dalam masa tenggang menggunakan barang digital selama sebulan. Mulai media sosial sampai film mulai aku batasi. Rasanya menenangkan, dan kekhawatiran yang aku kira akan ketinggalan banyak informasi, ternyata nggak terlalu signifikan. Aku bahkan jadi lebih rajin baca buku dan mulai merasa butuh buku-buku baru, yang awalnya ngerasa kenapa bukuku numpuk dan gak selesai-selesai dibaca. Aku juga lebih aktif nulis blog, dan mulai nyari-nyari cara buat menghidupkan kembali skill-skill-ku yang sebelumnya koma. Dan yang menjadi kesimpulan menarik adalah, ternyata bukannya aku nggak punya waktu buat ngembangin skill-ku di masa kuliah, waktuku tetap 24 jam sehari sama seperti saat SMA. Yang membedakan adalah, waktu sekolah aku nggak punya TV dan smartphone. Akhirnya cari-cari kegiatan sendiri dengan belajar skill wkwkwk. Pas udah punya smartphone, perhatianku mulai aku berikan pada fitur-fitur dan media sosial yang ia tawarkan, yang kemudian berujung candu. Senang sekali rasanya bisa kembali memberi perhatian pada diri sendiri~ hehehe.
Yang terjadi adalah, ternyata semua angan itu fana. Saat kuliah fokusku mulai beralih ke hal lain, entah apa. Aku tidak terlalu produktif. Belum lagi kegiatan saat maba waktu itu lumayan padat karena harus tinggal di ma'had. Tapi aku masih menyimpan minat menulis cerpen, bahkan sampai saat ini. Dan masih tidak produktif, sampai saat ini juga wkwkwk. Sampai terheran-heran sendiri, ke mana perginya skill-skill-ku yang dulu wkwkwk. Semuanya nggak pernah benar-benar dipelajari lebih lanjut, malah hanya jadi hobi yang kadang-kadang dikerjakan kalau pengen (contohnya nulis blog kayak ini).
Pertanyaan itu terus tersimpan tak terjawab sampai suatu hari aku mulai membaca dan menerapkan digital minimalism yang bukunya ditulis oleh Cal Newport. Tapi tidak secepat itu, Malin. Ada hal di balik kenapa aku mulai mencoba menerapkan digital minimalism. Begini ceritanya, jadi suatu pagi, entah kenapa bangun tidur aku pengen buka LinkedIn dan scroll feed-nya (sepertinya lagi-lagi aku kebangun karena missqueen). Pas lagi scroll, nggak sengaja aku nemu video Simon Sinek yang membahas tentang pentingnya konsisten melakukan suatu hal untuk dampak jangka panjang, yang kemudian dikaitkan dengan relationship dan leadership. Karena isinya menginspirasi, aku share di story whassap. Dari situ ada kating yang mereply dan intinya dia kagum dengan Simon Sinek. Dia kemudian lanjut bercerita kalau Pak Simon ini pernah membahas tentang social media addiction yang katanya membuat anak teknik jatuh cinta. Buatku bahasan social media addiction bukan hal baru. Aku sering nonton video dan baca artikel tentang itu, dan aku nggak ada reaksi apa-apa wkwkwk. Tapi entah gimana, seperti ada efek magic, kali itu aku pengen melakukan sesuatu yang lebih terhadap social media addcition-ku. Ditambah, seorang public figure bernama John Fish yang aku ikuti video-videonya di YouTube tiba-tiba membahas tentang why we should limit our technological use now. Di sana, dia sedikit membahas tentang buku yang baru dia baca berjudul Digital Minimalism. Nah, dari situlah aku mulai membaca buku ini. Meski belum selesai dibaca, tapi buku ini menarik, karena nggak hanya mengajak kita mengurangi penggunaan digital, tapi juga memberikan guide untuk mulai menjadi digital minimalist.
![]() |
Komentar
Posting Komentar